Sejarah Perang Palestina-Israel
Kenapa sih,
Palestina dan Israel terus berperang? Apa yang mereka perebutkan? Kenapa mereka
nggak bisa damai? Kenapa tentara Israel tega membantai rakyat sipil
Palestina? Kenapa rakyat Palestina sampai melakukan bom bunuh diri untuk
memerangi Israel?
Pertanyaan-pertanyaan
itu meluncur begitu saja dari mulut Kang Sadimin. Lelaki penjual sayur keliling
ini tampak tidak bisa mengerti, mengapa perang yang sudah menelan ribuan korban
jiwa itu, belum juga usai. Kang Sadimin, seperti rakyat Indonesia pada umumnya,
tidak begitu paham apa motif dibalik perang Israel-Palestina.
"Saya
juga tak habis pikir, kang,” timpal Paijo sambil menyeruput kopi kesukaannya.
”Apa yang melatar belakangi perang tersebut? Kenapa kedua belah pihak sama-sama
ngotot nggak mau ngalah? Terus, kenapa Israel tega-teganya
membantai rakyat sipil Palestina?” tambahnya bersungut-sungut.
”Aku juga nggak
habis pikir, Jo…” timpal Kang Sadimin mrengut. ”Kenapa Amerika
Serikat dan Inggris selalu membantu Israel, tak peduli benar atau salah?”.
”Ada lagi kejanggalan lain, kang,” timpal Paijo tak mau kalah. ”Negara Israel juga selalu dikait-kaitkan dengan gerakan Zionisme. Konon, gerakan inilah yang melatar-belakangi sikap AS yang secara membabi-buta membantu Israel.”
***
Penjajahan
atas suatu negeri biasanya diawali dengan datangnya negara penjajah ke negeri
terjajah. Mereka menguasai negeri itu dan merampas kekayaan alamnya. Setelah
puas, mereka balik kembali ke negaranya tanpa peduli pada nasib negara bekas
jajahannya tersebut.
Itulah
bentuk penjajahan zaman dahulu. Di zaman modern ini, ada fenomena lain: sebuah
negeri baru tiba-tiba muncul di sebuah kawasan, dan kemudian mengusir penduduk setempat
dari kawasan tersebut. Mereka datang mencaplok wilayah yang sudah dihuni oleh
masyarakat setempat sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagian besar pendatang itu merupakan
imigran asal Eropa, yang berbondong-bondong datang menguasai kawasan berdaulat
bernama Palestina.
Itulah
fenomena negara Israel, negara yang baru lahir tahun 1940-an. Sebelum Perang
Dunia ke II, di peta dunia tidak ada yang namanya Negara Israel. Tapi sekarang,
tahu-tahu Israel sudah muncul dan sudah menguasai hampir seluruh tanah
Palestina.
***
Para imigran
Israel berdatangan ke Palestina setelah Kaum Yahudi peranakan Eropa membentuk
sebuah gerakan bernama Zionisme pada akhir 1800-an, di bawah pimpinan mantan
wartawan Yahudi berkebangsaan Austria, Theodore Herzl. Para imigran Yahudi pergi
ke Palestina karena terusir dari Eropa.
Saat Perang
Dunia I meletus, Kerajaan Inggris yang saat itu sedang bertempur melawan Turki
Utsmani, menegaskan dukungannya atas berdirinya negara Yahudi di Palestina.
Dukungan ini bertujuan agar Kerajaan Inggris mendapat dukungan para miliuner Yahudi
di Inggris dan Amerika Serikat.
Setelah Imperium
Utsmani tumbang, negara-negara Arab (yang saat itu berada di bawah jajahan
Inggris) “menyerahkan” mandat wilayah Palestina kepada Kerajaan Inggris.
Kerajaan Inggris kemudian mempersilahkan Kaum Yahudi Eropa untuk datang ke
Palestina dan bertempat tinggal di sana. Ini merupakan perwujudan rasa terima
kasih Inggris atas dukungan Kaum Yahudi selama berperang melawan Turki Utsmani.
Pada 1930-an, jumlah imigran Yahudi semakin bertambah, dan rakyat Palestina terus
melakukan perlawanan.
Ketika
Perang Dunia II berkecamuk (1939-1945), Pemerintah Nazi Jerman konon telah membunuh
enam juta Yahudi Eropa (biasa disebut peristiwa Holocaust). Holocauts pada
akhirnya meningkatkan tuntutan warga Yahudi Eropa untuk mendirikan negara
Yahudi di Palestina. Di saat bersamaan, warga Yahudi di Palestika sudah
membentuk suatu komunitas yang sangat besar. Sedangkan penduduk Palestina tetap
tidak bisa menerima kedatangan mereka.
Dua tahun
setelah Perang Dunia II (tepatnya tahun 1947), Inggris menyerahkan masalah
Palestina kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam Sidang Umum November
1947, PBB menyetujui resolusi untuk membagi Palestina menjadi wilayah Arab dan
Yahudi. Ini merupakan usaha sukses lobi kaum Yahudi AS dan Inggris di PBB.
Penduduk lokal Palestina menolak keputusan ini. Mereka terus mengelorakan
semangat perjuangan melawan penjajahan Yahudi.
Setelah berakhirnya Perang Dunia II, komisi
persetujuan Amerika–Inggris (sebagai pemenang perang dunia) memberi rekomendasi
kepada satu rombongan besar Kaum Yahudi untuk memasuki daerah Palestina. Ini
merupakan balas jasa kepada kaum Zionis yang telah banyak membantu Inggris dan
AS dalam upaya melancarkan penjajahan ke dunia Arab. Kedatangan
rombongan-rombongan kaum Yahudi ke bumi Palestina terus berlangsung, sehingga
dalam tempo kurang dari 30-tahun, orang-orang Yahudi yang memasuki Palestina
sudah mencapai 1.400.000 jiwa.
Tanggal 14 Mei 1948,
Negara Israel secara resmi bediri di bawah pimpinan David Ben-Gurion. Pendirian
negara Israel ini mendapat dukungan negara-negara Barat, terutama AS dan
Inggris. Kemudian sejak tahun 1967, dimulailah pengusiran terhadap rakyat
Palestina dari tanah air mereka, disusul dengan pengrusakan rumah-rumah dan
masjid-masjid, serta blokade terhadap wilayah pemukiman kaum Muslimin. Bahkan mulai
tahun 2000an, Israel menggali terowongan di bawah masjid Al-Aqsa, tempat suci
ketiga kaum Muslimin, dengan alasan untuk mencari Haikal Sulaiman.
Kaum Zionis juga
terus membangun pemukiman-pemukiman baru untuk orang-orang Yahudi, dan
memusnahkan rumah-rumah tempat tinggal kaum Muslimin. Setiap hari di bumi
Palestina, ibu-ibu, anak-anak kecil, dan orang-orang tua diseret, diusir,
ditendang, dan ditembaki dengan sangat bengis. Kondisi seperti inilah yang
membuat rakyat Palestina terus melawan. Mereka terus berjuang melepaskan diri
dari penjajahan Yahudi. Inilah kisah singkat penjajahan Israel di Palestina.
***
Salah satu strategi penjajahan Israel di tanah
Palestina adalah dengan memanfaatkan kekuatan ”tangan tak tampak” (The
Invisible Hand) melalui negara adidaya Amerika Serikat (AS). Dengan
menguasai AS, maka gerakan Zionisme Israel mampu menguasai dunia melalui ”jalur
bawah tanah”. Mereka juga terus memotivasi agar setiap orang Yahudi untuk
kembali ke ”tanah yang dijanjikan” (the promise land), yakni tanah
Palestina, yang konon akan menjadi pusat peradaban dunia.
Penguasaan pada Amerika tidak hanya melalui jalur
pemerintahan, melainkan juga dalam bidang ekonomi. Tahun 1913, kota New York
disulap menjadi kota industri terbesar di Amerika dengan 16.552 pabrik yang semuanya
dimiliki komunitas Yahudi. Industri Amerika dengan pasar uang dan pasar modal
yang mula-mula berdegup di New York, juga berhasil menjadi pusat kapitalis
dunia. Apalagi, sesudah masukmya bangsawan dan milliuner Yahudi, Rothchild,
yang menjadi darah biru bagi para imigran Yahudi di Amerika. Disamping itu,
komunitas Yahudi juga berhasil membangun jaringan network ke seluruh Amerika.
Bahkan, pengaruhnya merambah ke seluruh pusat kekuasaan di dunia.
Lalu tahun 1900 mereka merambah ke media masa
sehingga mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah AS. New York menjadi kekuatan
pers terbesar di dunia yang dikendalikan orang-orang Yahudi. Banyak pula para
ilmuwan Yahudi yang menyandang beragam profesi, seperti hakim, dokter, manager,
ahli perbankan, dan sejumlah industrialis. Kampus-kampus terbesar di Amerika
dan sejumlah lembaga pendidikan lainnya menjadi tempat pembibitan intelektual
Yahudi. Namun, pengaruh yang paling dahsyat yang imbasnya sampai ke berbagai
penjuru dunia, adalah penguasaan atas media masa dan film. Perusahaan film
Hollywood, seperti Warner Bross, Columbia Picture, dan sejumlah lainnya, adalah
milik Yahudi. Perusahaan-perusahan itu selalu melahirkan film-film yang banyak
digemari masyarakat dunia.
Kemampuan menguasai pusat-pusat industri dan politik
dunia, membuat orang-orang Yahudi menjadi ”raja-raja dibalik layar”. Mereka
sewaktu-waktu bisa merubah sejarah dunia hanya dengan sekali gebrak. Stabilitas
keuangan kawasan Asia pada tahun 1997-1998, terguncang dan nyaris linglung
akibat ulah spekulan keturunan Yahudi, George Soros.
Kemampuan finansial orang-orang Yahudi memang luar
biasa. Daftar orang-orang terkaya di dunia, hingga permulaan abad millenium
ini, mayoritas diduduki keturunan Yahudi.
Jadi, setiap menit, setiap detik, setiap jam, Kaum Yahudi
selalu bergerak, bergerilya, dan menguatkan barisannya untuk menancapkan
pengaruhnya ke seluruh jagat raya. Gerakan ini tidak hanya dilancarkan pada
hal-hal yang bersifat fisik, tapi juga dalam dunia non materiil seperti
pendidikan dan pemikiran.
Tak heran bila pemerintahan AS di bawah kendali Bush,
selalu menjadi pendukung setia Israel. Selain karena para pengusaha Yahudi adalah
menyumbang dana terbesar dalam kampanye Bush, juga karena stabilitas ekonomi
dan politik AS sangat ditentukan oleh orang-orang zionis itu. Kita tunggu saja,
apakah pemerintahan Barrack Obama akan mengikuti kebijakan Bush dalam masalah
Palestina-Israel?
***
”Oo, jadi
begitu masalahnya…,” Kang Sadimin tampak manggut-manggut. ”Kalau begitu saya
mendukung rakyat Palestina, karena kemerdekaan adalah hak segala Bangsa,”
tambahnya menirukan salah satu butir PPKN yang pernah dipelajarinya semasa SD.
”Pantas saja Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad, pernah mengusulkan agar Israel
dihapus saja dari peta dunia,” timpal Paijo yang sejak tadi asyik menikmati
rokok lintingannya. ”Itu karena Israel bukan pemilik sah tanah Palestina.
Israel tidak berhak mendirikan negara di atas negara,” pungkas Kang Sadimin
sambil menghirup kopi Kapal Api kesukaannya.
”Betul,
kang!” timpal Paijo mantap. ”Perjuangan
rakyat Palestina adalah perjuangan kemerdekaan untuk hidup setara dan
bermartabat sebagai manusia dan sebagai bangsa. Mereka mengangkat senjata bukan
sebagai teroris, sebagaimana tuduhan Israel dan Barat, akan tetapi sebagai
bangsa yang terjajah. Sama seperti kita saat mengusir penjajah Belanda dulu,”
pungkas Paijo seraya terus menyeruput cangkir kopi yang sudah mengering itu. (Sipe).
0 comments: