Melestarikan Al-Qur’an dan Mempelajarinya
Penilaian sekaligus anggapan masyarakat
terhadap arti pentingnya pelestarian dan keutuhan Al-Qur’an sampai sekarang ini
cukup mengembirakan. Pandangan semacam ini
didasarkan atas adanya kegiatan-kegiatan pengajian Al-Qur’an di berbagai
daerah dan pelosok tanah air yang terus berkembang. Bahkan tidak sedikit telah
didirikan madrasah-madrasah yang—selain untuk meningkatkan pemahaman terhadap
nilai Al-Qur’an—juga memperluas wawasan ilmu pengetahuan agama.
Jika dilihat dari kondisi para pemuda yang
berminat mendalami Al-Qur’an ternyata lebih banyak dari kalangan usia belasan
tahun. Kita tetap optimis bahwa prospek generasi yang akan melestarikan Al-Qur’an
bisa berjalan dengan baik. Apalagi bila lembaga-lembaga perguruan Al-Qur’an
(tahfidzul Al-Qur’an, salah satunya) sudah menyebar di seluruh daerah mengingat
sampai saat ini keberadaan lembaga tersebut masih minim.
Untuk menanggapi gejala-gejala pelestarian
Al-Qur’an yang relevansinya dengan situasi sekarang cukup ramai dibicarakan,
saya kira harus lebih hati-hati lagi dan tidak boleh ngawur. Sebab
Al-Qur’an pada dasarnya tidak bisa ditafsiri secara aqliyah (nalar) saja
akan tetapi diperlukan pengetahuan yang mendalam. Meskipun pada pokoknya untuk
menjawab segala persoalan dibenarkan agar merujuk pada Al-Qur’an—yang memang di
dalamnya telah tergambar berbagai masalah. Namun kekawatiran yang paling
mendasar adalah terkadang metode pengambilan sumbernya tadi tidak tepat
sehingga hasilnya tidak pernah sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Selanjutnya untuk menghadapi segala macam
tantangan Al-Qur’an dibutuhkan adanya benteng untuk melestarikannya. Sedangkan
salah satu cara yang efektif samapai saat ini adalah melalui pendidikan
medrasah Al-Qur’an (lembaga pendidikan yang memfokuskan diri pada Al-Qur’an).
Jika dilihat dari sistem pelajarannya memang di banyak pondok pesantren tidak
diajarkan pelajaran khusus semacam madrasatul Qur’an (alhuffadz). Hal ini
desebabkan tenaga-tenaga baik pengelola maupun pengajarannya masih sangat
minim.
Dengan demikian pengajaran di madrasah Al-Qur’an—dengan
latar belakangnya— sebagai upaya pengangkat pengajian Al-Qur’an yang pada masa
lalu serba sederhana. Untuk itu, disamping para santri menghafal Al-Qur’an juga
diharapkan bisa mengikuti pengajian kitab secara klasikal. Karena selama ini
pengajian Al-Qur’an yang menonjol hanya dalam tingkat mempelajari qiraah (bacaan).
Sedangkan untuk mendalami sampai pada tafsir-tafsirnya masih sangat kurang.
Faktor yang mempengaruhinya ialah karena untuk mengajarkan sampai ke tingkat
takhasus dibutuhkan anak yang benar-benar cerdas. Maka terlebih dahulu harus
diseleksi secara matang.
Sumber: Majalah Tebuireng, No.2 Edisi Ramadhan 1406 H/Juni
1986 M, hal.34.
0 comments: