Rokok dan Kopi, di Mata Santri dan Kiai


Rokok plus kopi ibarat dua sejoli yang selalu beriringan. Di setiap kota mana pun pasti kita akan menjumpai yang namanya warkop alias warung kopi. Bahkan bukan hanya warkop, melainkan juga angkringan pinggir jalan sampai restaurant berbintang, tak lupa mencantumkan kopi sebagai salah satu menu minuman favorit.
Begitu pula ketika kita berada di manapun dan kapanpun, rasanya mata tak luput dari pandangan orang merokok. Kebulan asap di sana-sini terus menghiasi udara. Sampai-sampai kaum sarungan (baca: santri) yang notabene hidup di lingkungan pesantren, tidak lepas dengan yang namanya kopi dan rokok. Hingga tak jarang mereka menjadikan keduanya sebagai teman akrab. Baik saat lenggang, hendak belajar, saat ditimpa masalah, maupun usai makan. Maka jangan heran jika mereka punya banyak semboyan antik semisal “la yawma bi la qahwah” (Tiada hari tanpa ngopi) atau “nikmat al-udud ba’da ad-dahr” (Alangkah nikmatnya udud–merokok–setelah dahar–makan).
Kehadiran rokok di tengah-tengah halaqah kaum muslimin (apalagi para santri) membuat banyak ulama menjadi risau. Komentar ulama mengenai hukum rokok dan ngopi cukup beragam. Sebagian ada yang menghukumi haram, makruh, dan ada juga yang diam tidak berkomentar.
Nah, melihat perbedaan pendapat seperti ini, Kiai Ihsan bin Muhammad Dahlan al-Jampesi al-Kadiri terobsesi untuk ikut andil pendapat. Beliau menyusun kitab berjudul Irsyad Al-Ikhwan fi Bayani Ahkam Syurb al-Qahwah wa ad-Dukhan yang merupakan tanggapan atas risalah Tadzkirah al-Ikhwan karya Syekh Ahmad Dahlan as-Samarani. Dalam kitab setebal 52 halaman ini, Kiai Ihsan mengupas tuntas hukum ngopi dan ngrokok, disusun dengan gaya nadzam (puisi) dengan bahar rajaz dan disyarahi sendiri oleh beliau.
Nama Kiai Ihsan sudah amat masyhur baik di Indonesia atau di Timur Tengah. Pasalnya, salah satu karyanya yang berjudul Siraj at-Thalibin mendapat apresiasi bagus dari semua kalangan. Isinya merupakan komentar kritis atas karya Imam Ghazali, Minhaj al-Abibin. Bahkan kini kitab Siraj at-Thalibin dijadikan referensi utama oleh mahasiswa al-Azhar Cairo dan mendapat julukan kitab A’dzamu ma Ullifa fi at-Tasawwuf/the Best Book of Tasawuf.
***
Kembali ke Kitab Irsyad Al-Ikhwan. Membaca kitab ini kita bisa merasakan kelihaian Kiai Ihsan yang sangat menghargai pendapat orang lain. Beliau tidak menyalahkan ulama yang mengharamkan atau yang menghalalkan rokok. Artinya, beliau tidak sedikitpun memfonis bahwa rokok dan kopi itu hukumnya begini dan begitu. Beliau lebih memilih jalan tengah dari pendapat yang ada, dengan menjelaskan apa manfaat dan mafsadah yang ditimbulkan oleh rokok dan kopi.
So, kitab ini sangat bagus dimiliki siapa saja. Baik yang pro maupun yang kontra. Bagi para perokok, Anda akan bisa tahu bagaimana tips agar merokok tidak hanya menimbulkan penyakit, melainkan membawa pahala. Sedangkan bagi yang tidak merokok, Anda akan merasa bangga karena posisi Anda kini jauh lebih baik. Namun sayang, kitab ini berbahasa Arab dan belum ada yang menerjemahkannya. Padahal penulisnya orang Indonesia asli. Mungkin di antara pembaca ada yang berminat menerjemahkan?  Hadanallah wa Iyyakum.

0 comments: