Kyai Sebagai Negarawan Dan Nasionalis

Jika kita berbicara masalah pesantren, pasti yang tergambar dibenak kita adalah; seorang kiayi, komunitas santri, masjid, kegiatan ta’lim-ta’allum, kitab kuning, salaf, modern dan lain sebagainya.
Ya, secara kasatmata memang kurang lebih seperti itu. Pesantren memang merupakan wadah ilmu pengetahuan yang berisikan berbagai disiplin ilmu. Namun yang paling mendominasi adalah ilmu pengetahuan agama islam dari pada ilmu-ilmu umum. Sebab memang sesuai dengan eksistensinya, yaitu sebagai lembaga pendidikan agama islam.
Sebagai suatu lembaga pendidikan agama islam, pondok pesantren tentunya memerlukan seorang koordinator sebagai penggerak, pembimbing dan sekaligus pengasuh. Maka oleh karena itu, dipilihlah seseorang untuk menjabat jabatan sebagai pengasuh pondok pesantren tersebut, yang dalam budaya keindonesiaan disebut “kiayi”. Pengangkatan kiayi sebagai seorang pengasuh terus berlangsung secara estafet seiring adanya udzur pengasuh sebelumnya, seaperti halnya wafat atau hal-hal yang lainnya yang mengharuskan adanya penggantian kepemimpinan.
Termasuk kebiasaan mayoritas pondok pesantren yang ada di Indonesia dalam hal pengangkatan pengasuh adalah memilih dari keluarga dalem sendiri. Seperti sang putra kiayi sendiri, menantu ataupun sanak keluarga lainnya yang dianggap mumpuni memegang pucuk pimpinan. Sehingga, tak heran jika seorang lora (putra kiayi, madura) yang telah dikader sebagai pengganti ayahnya digodok dan digembleng dengan berbagai pengajaran dan pendidikan sebagai upaya pematangan jiwanya mengingat tanggung jawab yang akan dipikulnya adalah besar.
Seorang kiayi –juga dalam budaya keindonesiaan- adalah seorang ulama yang secara lahir telah mempunyai kemampuan yang mumpuni dalam masalah ilmu keagamaan islam. Dan secara batin ia telah memiliki kematangan jiwa untuk menjadi seorang pemimpin yang bisa mempertanggung jawabkan kepemimpinannya dihadapan manusia dan dihadapan Allah SWT. “setiap kamu itu adalah pemimpin. Dan setiap kamu akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya” (Al-Hadits).
Eksistensi Kiayi Sebagai Negarawan dan Nasionalis
Jika kita membuka lembaran sejarah perkembangan islam di Indonesia, kita akan menemukan banyak catatan yang menyebutkan peranan kiayi dalam usaha penyebaran islam di tanah air. Mulai sejak pertama kali masuknya islam ke Indonesia, para kiayi/ulama memang telah menfokuskan perhatiannya dan mencurahkan pemikirannya dalam rangka meninggikan kalimat Allah di bumi Indonesia. Hingga pada akhirnya, mujahadah mereka yang besar itu membuahkan hasil yang besar pula;  agama islam secara turun-temurun telah tersebar keseluruh penjuru nusantara. Berkat jasa-jasa mereka itulah, kita pada saat ini dapat merasakan manisnya islam sebagaimana para sahabat pada saat datangnya nabi Muhammad dan Al-Qur’an serta risalah islam yang komprehensif dan universal.
Secara historis, perananan kiayi/ulama kembali terlihat dalam sejarah kebangsaan. Mulai sejak sebelum kemerdekaan, kiayi dengan pesantrennya sudah melahirkan para pejuang dan pahlawan bangsa. Ir. Soekarno yang sebagai proklamator kemerdekaan Republik Indonesia adalah salah seorang dari sekian banyak pejuang kemerdekaan yang lahir dari bilik pesantren. Dengan didikan yang acapkali dinilai sebagai didikan yang ‘keras’, ternyata pesantren telah berhasil membuahkan sebuah kemerdekaan Indonesia melalui tangan anak-anaknya; yaitu para pejuang yang senantiasa memperjuangkan hak-hak bangsa dan secara konsisten memenuhi hak-hak jiwanya dengan ketaatan kepada Allah yang didasari keimanan yang sejati kepada-Nya. Terlalu banyak bukti yang menunjukkan peranan besar kiayi bagi kemerdekaan bangsa dan perkembangannya baik yang secara langsung terjun kemedan juang maupun tidak langsung melalui perantara yang lebih efektif. Sehingga, dari saking besarnya jasa-jasa kiayi/ulama dan pesantren pada bangsa dan negara, ironis sekali jikalau penanan mereka dilupakan dan diahapuskan dari sejarah kebangsaan, kenegaraan dan kemerdekaan.
Secara realitas, kita dapat melihat peranan tersebut terus berlanjut pada zaman kita saat ini. Tidak sedikit dari kalangan kiayi/ulama yang terjun langsung ke parlemen sebagai pahlawan bangsa, memperjuangkan hak-hak bangsa dan memberikan apa yang menjadi hak rakyat. Mulai dari yang jadi PNS, DPR, DPD, MPR, bahkan ada yang sampai memegang pucuk pimpinan Negara, yaitu sebagai Presiden.
Itulah kira-kira salah satu bukti yang membenarkan bahwa kiayi tidak hanya memperhatikan masalah keagamaan dan kepesantrenan saja, melainkan juga berperan penting sebagai negarawan dan nasionalis. Sehingga timbul sebuah image; bahwa suatu negara tidaklah ‘sah’ tanpa adanya andil kiayi/ulama dalam struktur kenegaraan. Wallahu A’lam Bish Shawaab.

*penulis adalah lora PP. Salafiyah Asshomadiyah Burneh Bangkalan Madura.        
Oleh: Muhammad Al-Mubassyir Sa’di*
  

0 comments: