Sayyid Amir Ali (1849-1928)


A. Riwayat Hidup Singkat
Sayyid Amir Ali berasal dari keluarga Syi’ah yang di zaman Nazdir Syah (1736-1747) pindah dari khurasan di Persia ke India. Keluarga itu kemudian bekerja di istana kerajaan Mughal. Sayyid Amir Ali lahir di tahun 1849, dan meninggal pada usia 79 pada tahun 1928. Ia adalah seorang yang luas ilmu pengetahuannya, ia telah menguasai Gibbon sebelum umur 12 tahun, dan dalam usia 20 tahun Ia telah membaca hampir semua karya Shakespiare, Milton, Keats, Briyon, Long Fellow dan penyair-penyair lainnya.[1]
Pendidikannya diperoleh di perguruan tinggi Muhsiniah yang berada di dekat Kalkuta. Disinilah Ia belajar bahasa Arab, Bahasa Inggris, Sastra Inggris dan hukum Inggris. Ditahun 1869 Ia pergi ke Inggris untuk meneruskan studi dan selesai pada tahun 1873 dengan memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang hukum. Setelah memperoleh gelar kesarjanaan, Ia kembali ke India dan menjadi pegawai pemerintah Inggris, pengacara, Hakim dan Guru besar dalam hukum Islam, akan tetapi yang membuat Ia terkenal adalah aktivitasnya dalam bidang politik dan bukunya yang berjudul The Spirit of Islam Dan A Short History Of  The Saraceus. Ditahun 1877  Ia membentuk National Muhammaden Association, sebagai wadah umat Islam di India dan tujuannya ialah untuk membela kepentingan umat Islam dan melatih mereka dalam bidang politik. Perkumpulan ini memiliki 34 cabang di berbagai tempat di India.
Di tahun 1883 Ia diangkat menjadi salah satu dari tiga anggota majlis wakil raja Inggris di India. Ia adalah satu-satunya anggota Islam dimajlis itu, kemudian pada tahun 1904 Ia meninggalkan India dan menetap selamanya di Inggris. Dalam hubungan ini ia disebutkan telah beristrikan Inggris, pada tahun 1909 di sana ia diangkat menjadi anggota India yang pertama dalam Judicial Commite Of Privacy Council.[2]     



B. Mengapa Islam Mundur
Sebelum menguraikan apologi atau pembelaan Sayyid Amir Ali, dari seranga-serangan yang datang baik dari kalangan dalam maupun dari luar muslim, ada beberapa hal atau alasan tentang mengapa Islam mundur atau tertinggal dibangdingkan dengan dunia Barat sehingga orang-orang Barat menilai Islam, bahwa Islam adalah agama yang membawa pada kemunduruan, yaitu:
Pertama, metode berpikir dalam bidang teologi yang berkembang pada masa ini adalah metode berpikir tradisional. Cara berpikir ini tampaknya mempengaruhi perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan. Matode berpikir rasional yang di kembangkan oleh aliran teologi Mu’tazilah sudah lama padam, yang ada adalah metode berpikir tradisional yang dikembangkan oleh aliran teologi As’ariyah. Walaupun As’ariyah mencoba berusaha mendamaikan pemikiran Qodariyah yang dinamis dengan Jabariyah yang fatalis, tetapi aliran ini tetap terjerumus ke dalam aliran atau pemikiran Jabariyah.[3]. Kedua,  pada masa klasik Islam, kebebasan berpikir berkembang dengan masuknya pemikiran filsafat  Yunani. Namun kebebasan tersebut menurun sejak Al-Ghazali melontarkan kritik tajam terhadap pemikiran filsafat yang tertuang dalam bukunya Tahafut al-Falasifah. Ketiga, al-Ghazali  bukan hanya menyerang pemikiran filsafat pada masanya, tetapi juga menghidupkan ajaran tasawuf dalam Islam. Sehingga ajaran ini berkembang pesat setelahnya. Keempat, sarana-sarana untuk mngembangkan ilmu pengetahuan dan pemikiran yang disediakan pada masa klasik seperti perpustakaan, dan karya-karya ilmiah, baik yang diterjemahkan dari bahasa yunani, Persia, India dan Syiria, maupn dari bahasa lainnya banyak yang hancur dan hilang akibat serangan bangsa Mongol kebeberapa pusat beradaban dan kebudayaan Islam. Kelima, kekuasaan Islam pada masa tiga kerajaan besar dipegang oleh bangsa Turki dan Mongol yang lebih dikenal sebagai bangsa yang suka berperang ketimbang bangsa yang suka Ilmu. Keenam, pusat-pusat kekuasaan Islam pada masa ini tidak berada di wilayah Arab dan tidak pula oleh bangsa Arab. Di Safawi berkembang bahasa Persia, di Turki bahasa Turki dan di India bahasa Urdu. Akibatnya bahasa Arab yang sudah merupakan bahasa persatuan dan bahasa ilmiah pada masa sebelumnya tidak berkembang lagi dan bahkan menurun[4]. 
C. Apologis
Dari uraian yang telah di sebutkan diatas, pantaslah kiranya umat Islam dikatakan mundur, bahkan yang paling ekstrim tuduhan ini datang dari kaum oriantalis, seolah-olah yang membuat umat Islam mundur ialah agama Islam itu sendiri. Nah dari sanalah Sayyid Amir Ali mencoba berapologoi. Menurutnya agama Islam tidak membawa umatnya kepada kemunduran, tapi malah sebaliknya, Islam adalah agama kemajuan, hanya saja kini keadaan umat Islam menjadi mundur bukan karena ajaran Islamnya, akan tetapi karena umat Islam telah mengamalkan ajaran Islam yang salah, yaitu ajaran yang sudah diubah dalam pemahaman dan pemikiran[5]. Hal ini ia buktikan di jaman klasik, umat Islam pernah jaya, sejumblah pemikir besar lahir dalam semua bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini karena mereka memahami dan mengamalkan ajaran Islam yang benar berdasarkan al-qur’an dan hadits. Sekarang keadaan umat Islam sebaliknya, hal ini karena mereka masih beranggapan bahwa pintu Ijtihad sudah tertutup. Mereka memegangi dan beranggapan masih relevan tentang pendapat-pendapat ulama abad ke-9 M, yang tentu saja tidak mengetahui situasi dan kondisi yang terjadi pada abad ke-20 M. Istihad bagi mereka adalah sama halnya dengan perbuatan dosa[6]. Padahal agama Islam tidak bertentangan dengan rasionalitas dan pemikiran filosofis. Islam merupakan ajaran agama yang mula-mula memberikan kebebasan berpikir secara mengagumkan. Jadi untuk dapat menghidupkan umat Islam kembali seperti dulu obatnya ialah dengan cara menghidupkan kembali rasionalitas.
Pembelaan-pembelaan sayyid Amir Ali dari serangan-serangan baik yang datang dari luar maupun dari dalam sendiri, oleh karenanya kalangan Orientalis menyebutnya sebagai apolog terbesar dari penulis muslim, Ia berusaha membuktikan pada dirinya maupun pada orang lain bahwa Islam adalah baik, mulia dan pernah mengalami kejayaan, seperti juga yang di katakannya:
الاسلام  يعلوا  ولا يعلى  عليه
Artinya:  Agama Islam itu tinggi dan tidak ada agama yang lebih tinggi daripada Islam[7]
Dengan demikian, Sayyid Amir Ali berharap agar orang non Islam tertarik pada agama Islam. Ia berusaha mencoba mempersamakan ajaran Islam dengan ide-ide Barat, ini dibuktikan dengan kebencianya terhadap praktik Poligami, dan Jihad yang berkembang didunia Islam. Ia juga bukan hanya menganggap Islam sesuai dengan ide modern, melainkan sebaliknya, Ia bahkan mengatakan bahwa ide-ide modrn tersebut itulah sesungguhnya Islam.
Dalam apologetic di India, Sayyid Amir Ali mengisinya dengan bagaimana mempertahankan Islam dari pengaruh sains, peradaban, kemajuan, perdamaian dan nilai-nilai liberal lainnya. Hal ini secara keseluruhan dialami oleh seluruh dunia Islam. Sedikitnya ada Tiga orientasi yang diharapkan para pemikir apology Islam diantaranya: orientasi melawan serangan terhadap Islam, orientasi melawan serangan ateisme, dan orientasi melawan serangan-serangan terhadap westernisasi. Dari ketiga orientasi ini, kaum apolog menggunakan orientasi; pertama dengan bersiap untuk menjawab serangan yang langsung datang dari barat terhadap Islam. Kedua, kaum apolog berusaha menghentikan tendensi kurangnya loyalitas diantara muslim sendiri, diantaranya di kalangan anak muda yang terdidik, karena berbagai tekanan kehidupan dan pemikiran modern yang harus dihadapi. Dan yang ketiga, bahwasannya kaum apolog merasa perlu mengubah kecenderungan dikalangan umat Islam sendiri, untuk mengambil cara kehidupan yang baru dan tidak Islami.[8]

Ø  Masalah Kedudukan Wanita Dan Perbudakan
1)      Dalam menghadapi serangan-serangan yang datang dari kalangan orientalis kususnya pada masalah kedudukan wanita, Sayyid Amir Ali menjelaskan bahwasannya poligami telah meluas dikalangan masyarakat dunia, dan umat Islam sendiri sebenarnya menjadikan perbuatan tersebut sebagai tingkatan rendah. Islam memperbaikinya dengan melarangnya. Larangan tersebut diberlakukan secara efektif pada tahun 3 H[9], dan sebelumnya masih terdapat adanya toleransi. Al-quran memperbolehkan laki-laki menikah dengan wanita paling banyak empat, namun segera diikuti kalimat-kalimat yang mengurangi kalimat sebelumnya, sehimgga perintah tersebut hukumnya mubah (boleh dan tidak wajib dilakukan). Adanya persyaratan adil dalam hal ini bukan saja masalah kebutuhan material (sandang, pangan dan papan), melainkan juga kebutuhan immaterial (rasa cinta, kasih sayang dan juga rasa hormat). Karena keadilan dalam hal perasaan tidak memungkinkan, maka dapat dikatakan bahwa al-quran melarangnya.[10] 
2)      Kemudian dalam masalah perbudakan Sayyid Amir Ali menerangkan bahwa, praktik perbudakan sudah ada sejak lama oleh bangsa Yunani, Romawi, dan Jerman. Agama Kristen demikian juga, tidak membawa ajaran yang menghapuskan perbudakan.[11] Perlu diketahui bahwasannya perbudakan merupakan kenyataan sosial yang sudah diakui eksistensinya. Islam telah dihadapkan pada masalah perbudakan yang telah membudaya dikalangan Arab. Islam berbeda dengan agama sebelumnya, datang dengan membawa ajaran yang membebaskan budak. Islam mengajarkan bahwa dosa-dosa tertentu dapat ditebus dengan cara memerdekakan budak, Nabi muhammad Saw bersabda:
Apabila suami istri melakukan hubungan badan pada waktu siang hari, maka bagi keduanya diharuskan membayar kifarat untuk menebus dosa yang telah dilakukan, kifater yang di bayar berupa membebaskan budak, apabila tidak mampu maka meberi makan kepada fakir miskin sebanyak 60 orang, apabila tidak mampu maka berpuasalah selama dua bulan berturut-turut”.[12]
Dengan hadits di atas, maka jelaslah kiranya budak harus diberi kesempatan untuk menebus kemerdekaannya dengan upah yang diperoleh, budak juga diberlakukan dengan baik sebagaimana manusia lainnya. Dalam agama Islam, sistim perbudakan diterima sebagai sesuatu kenyataan yang ada dalam masyarakat dan hanya dapat diterima untuk sementara. Ajaran mengenai perlakuan baik dan pembebasan budak membawa penghapusan sistim perbudakan dalam Islam.


DAFTAR PUSTAKA

v    Miri Jamaluddin, 11 Tokoh Pembaharuan Pemikiran Islam Modern, Diantama,   Surabaya: 2004
v          Nur Alim Ma’sum, Filsafat Islam Di Masa Modern, Elkaf, Surabaya: 2002.

v               Nasution Harun, Pembaharuan Dalam Islam (Sejarah Pemikiran Dan Gerakan) Bulan Bintang, Jakarta:1975
v               Sani Abdul, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam, Rajawali Pers, Jakarta: 1998
v          Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, Rajawali Pers, Jakarta: 2004.



[1] Prof. Dr. Hrun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Sejarah Pemikiran Dan Gerakan), Bulan Bintang, Jakarta: 1975.
[2]. Ibid, hal, 112
[3] Dr. Badri Yatim M.A, Sejarah Peradaban Islam, Rajawali Pers, Jakarta 2004. hal. 153
[4] Ibid, hal-154
[5] Drs. Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modrn Dalam Islam, Rajawali pers, Jakarta: 1998,hal-154
[6] .DR. M. Jamaluddin Miri, Lc. Mag., 11 Tokoh Pembaharuan Pemikiran Islam Modrn, Diantama, Surabaya:2004. ha-90
[7] Drs. Ma’sum Nur Alim.MAg. Filsafat Islam Modern, Elkaf, Surabaya: 2002. hal-40
[8]. Ibid, hal. 40
[9] Prof. Dr. Hrun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Sejarah Pemikiran Dan Gerakan), Bulan Bintang, Jakarta: 1975.

[10] Ibid, hal. 118
11.Drs. Ma’sum Nur Alim.MAg. Filsafat Islam Modern, Elkaf, Surabaya: 2002. hal. 35

[12] Ibid, hal. 36

0 comments: