Tuntutan Bagi Pencari Ilmu Agama
Oleh
KH. Ishaq Lathief
Persayaratan yang harus dipenuhi bagi
santri yang menutut ilmu agama (yakni mereka yang menekuni ilmu-ilmu agama dan
memperdalam ilmu pengetahuan agama), ada empat macam persyaratan. Agar ilmu
yang dipelajarinya menjadi ilmu yang bermanfaat dan barakah, maka keempat
syarat tersebut harus terpenuhi, yaitu:
Pertama:
penuntut ilmu agama (baca: santri) ketika keluar rumah atau kampung halaman
harus memiliki niatan semata-mata untuk menghilangkan kebodohan. Allah SWT
berfirman
قٌٌٌٌُلْ هَلْ
يَسْتَوِي الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لاَيَعْلَمُوْنَ (الزمر :9)
“Katakanlah;
apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” (Az-Zumar: 9)
Dari ayat tersebut kita dapat mengetahui,
apakah orang-orang yang pandai dan orang-orang yang bodoh itu sama? Diterangkan
pula dalam hadits:
إِِنَّ شَرَفَ
العِلْمِ فَوْقَ شَرَفِ النَسَبِ
“Sesungguhnya
kemulian ilmu pengetahuan itu di atas kemulian nasab (keturunan)”
Contohnya siti ‘Aisyah, istri Nabi SAW
lebih utama dari pada Fatimah, putri Nabi. Nabi sendiri menegaskan dalam
sabdanya tentang keutamaan siti ‘Aisyah dalam bidang keilmuannya:
قَالَ
النَّبِيّ صَلّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : خُذُوْا ثُلُثََيْ دِيْنًكُمْ مِنْ عَائِشَةََ
“Ambillah
dua pertiga agamamu dari siti ‘Aisyah!”
Kedua: berniat
menuntut ilmu agama agar kehidupan kita di dunia yang fana’ ini berguna dan
bermanfaat bagi orang lain. Nabi Muhammad SAW bersabda:
خَيْرُ
النَّاسِ مَنْ يَنْفَعُ النَّاسَ
“Sebaik-baik
manusia adalah yang berguna (bermanfa’at) untuk orang lain.”
Baik dalam artian melalui kekayaan, ilmu,
kedudukan, jabatan atau tenaga. Marilah kita jadikan diri kita berguna,
bermanfa’at untuk orang lain dimana pun kita berada. Marilah kita mencontoh
kehidupan lebah (tawon) dan sifatnya. Seperti yang disabda Nabi SAW,
Sifatnya orang mukmin seperti sifatnya
lebah (tawon):
1.Bila ia makan
maka yang dimakan adalah yang halal (yaitu sari-sari bunga yang dihisabnya).
2.Bila ia mengeluarkan
maka yang dikeluarkan adalah madu, yang bermanfaat bagi kesehatan. Begitu pula
ketika mengeluarkan pembicaraan hendaklah pembicaraan kita harus berguna dan bermanfaat
untuk orang lain, bukan menyakitkan orang lain.
3.Bila ia hinggap
maka hinggap di dahan yang lapuk, dimana ia tidak merusak (tidak mematahkan
dahan yang lapuk yang dihinggapinya). Artinya, dimana pun kita hidup jangan
merusak lingkungan. Baik lingkungan kampung sendiri maupun lingkungan kampung
orang lain. Sifat keberadaan lebah yang tidak pernah merusak lingkungan kecuali
kalau lebah itu diganggu (diusik) pasti dia akan mengamuk.
Ketiga:
ketika berangkat menuntut ilmu mempunyai niatan untuk menghidup-hidupkan ilmu
agama bila pulang kampung. Bila mayoritas umat islam sudah meninggalkan
mempelajari ilmu agama maka ilmu agama akan lenyap dan hilang dengan
sendirinya. Seperti yang disinyalir oleh Nabi SAW dalam sabdanya:
Pelajarilah ilmu agama (tuntlah ilmu
agama dengan sungguh-sungguh dan tekun) sebelum ilmu agama itu ditarik
(dicabut) oleh Allah. Caranya Allah mencabut ilmu agama itu karena wafatnya
ulama’ (yang membidangi ilmu agama itu sendiri).
Sedangkan generasi penerusnya enggan untuk
mempelajarinya, dengan alasan kalau mempelajari ilmu agama, menekuninya,
khawatir masa depannya akan suram, khawatir tidak bisa kaya, tidak punya
jabatan dan lain-lain seperti yang kita saksikan pada masa sekarang ini.
Ilmu agama itu diangkat, maksudnya ilmu
agama sudah tidak diaggap penting lagi generasi selanjutnya. Tidak mendapatkan
perhatian yang serius, memandang ilmu agama dengan mata sebelah kiri dan
akhirnya lenyap karena tidak ada yang mempelajarinya.
Keempat:
niat menuntut ilmu agama untuk diamalkan, bukan untuk bangga, untuk menyombongi
orang lain, tetapi diamalkan dikala pulang kampung masing-masing.
Dikatakan: ilmu tanpa amal membahayakan
(bagi yang punya ilmu), dan amal tanpa ilmu menyesatkan (dirinya sendiri dan
orang lain).
Nabi Musa As pernah meminta wasiat kepada
Nabi Khidir As ketika gagal berguru kepadanya, bunyi wasiat tersebut adalah
sebagai berikut:
“Kamu jangan menuntut ilmu untuk
bercerita (bercanda). Tuntutlah ilmu untuk diamalkan.”
Demikian sumbangan tulisan ini. Kalau
tulisan di atas itu benar maka kebenaran semata-mata datangnya dari Allah, namun
jikalau ternyata banyak yang salah maka kesalahan itu semata-mata karena
kebodohan saya. Semoga tulisan ini bermanfa’at bagi si pembawa dan siapa yang
sudi untuk membacanya. Dan, bila terdapat banyak kesalahan dan kekeliruan mohon
dibenarkan. (*)
0 comments: