Pengantar ilmu Nahwu & Shorof
——————–
Hal yang penting diperhatikan ketika
belajar Bahasa Arab adalah mengenai tujuan dari belajar, karena banyak
yang tujuannya melenceng, entah karena keasyikan balajar bahasa Arab
sehingga lupa tujuan awalnya (memahami Al-Quran dan Hadist), atau
memang karena sejak awal sudah salah, misalnya untuk sekedar bisa baca
kitab, untuk gaya-gayaan, atau memang dari awal tidak tahu untuk apa ia
belajar bahasa Arab.
Selain itu, sebaiknya tidak menyibukkan diri dengan khilaf-khilaf (perbedaan pendapat) yang tidak punya efek terhadap Kalam, baik dari segi kalimat maupun Tarkib. Juga tidak usah memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak punya efek terhadap Kalam, misalnya mengapa dlummah itu rafa’, mengapa nun lafadz “Al-Muslimuuna” tidak dibuang, dll.
Hendaknya tetap menggunakan kitab-kitab salaf dalam belajar, semisal Alfiah Ibn Malik. Terlebih kitab-kitabnya Ibn Hisyam, seperti Syudzuru-Dz-Dzahab dan Mughni Labib, karena diriwayatkan bahwa Syaikh Hasyim Asy’ari ketika di Makkah bacaan kitabnya masih banyak salah, kemudian seorang Arab menyarankannya untuk membaca kitab-kitab Ibnu Hisyam sehingga beliau lancar dalam membaca kitab.
Tidak mengapa menggunakan kitab terjemahan dan semacamnya asal hanya untuk memudahkan dan tidak menjadi ketergantungan.
Hendaknya (kalau bisa) tetap dengan metode ngaji dalam mempelajari bahasa Arab, tidak dengan kursus, karena disitulah terdapat barakah dan dengan ngaji itulah orang-orang berilmu diangkat derajatnya. Banyak-banyak pula ngaji kitab agar tau bagaimana praktek Nahwu dan Sharaf melalui seorang guru. Praktekkan dengan cara memaknai sendiri kitab kemudian mencocokkannya dengan bacaan guru, entah dengan cara mendengarkan bacaannya, atau dengan membacanya dihadapan guru (sorogan). Jangan malas membuka kamus ketika menemukan kata-kata yang sulit, justru disinilah ilmu Sharaf anda bekerja.
Pengantar ini saya buat agar para pelajar dapat memilah mana yang harus ia ketahui dan pahami dalam pelajaran Nahwu-Sharaf.
Selain itu, sebaiknya tidak menyibukkan diri dengan khilaf-khilaf (perbedaan pendapat) yang tidak punya efek terhadap Kalam, baik dari segi kalimat maupun Tarkib. Juga tidak usah memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak punya efek terhadap Kalam, misalnya mengapa dlummah itu rafa’, mengapa nun lafadz “Al-Muslimuuna” tidak dibuang, dll.
Hendaknya tetap menggunakan kitab-kitab salaf dalam belajar, semisal Alfiah Ibn Malik. Terlebih kitab-kitabnya Ibn Hisyam, seperti Syudzuru-Dz-Dzahab dan Mughni Labib, karena diriwayatkan bahwa Syaikh Hasyim Asy’ari ketika di Makkah bacaan kitabnya masih banyak salah, kemudian seorang Arab menyarankannya untuk membaca kitab-kitab Ibnu Hisyam sehingga beliau lancar dalam membaca kitab.
Tidak mengapa menggunakan kitab terjemahan dan semacamnya asal hanya untuk memudahkan dan tidak menjadi ketergantungan.
Hendaknya (kalau bisa) tetap dengan metode ngaji dalam mempelajari bahasa Arab, tidak dengan kursus, karena disitulah terdapat barakah dan dengan ngaji itulah orang-orang berilmu diangkat derajatnya. Banyak-banyak pula ngaji kitab agar tau bagaimana praktek Nahwu dan Sharaf melalui seorang guru. Praktekkan dengan cara memaknai sendiri kitab kemudian mencocokkannya dengan bacaan guru, entah dengan cara mendengarkan bacaannya, atau dengan membacanya dihadapan guru (sorogan). Jangan malas membuka kamus ketika menemukan kata-kata yang sulit, justru disinilah ilmu Sharaf anda bekerja.
Pengantar ini saya buat agar para pelajar dapat memilah mana yang harus ia ketahui dan pahami dalam pelajaran Nahwu-Sharaf.
0 comments: