Mengintip Keseharian Hadratus Syekh KH M. Hasyim Asy’ari
Sangat jarang orang yang
tidak mengenal sosok Hadratus Syekh KH M. Hasyim Asy’ari. Biografinya sudah
tersebar di mana-mana. Bukan hanya dari kalangan keluarga dan santri, melainkan
juga orang yang tidak mengenal pun
mencoba menulis perjalanan hidupnya dari berbagai sisi. Biografi kali ini
tampaknya lain dari pada yang lain. Di sini diterangkan bagaimanma keseharian
beliau sehingga kita bisa mengikuti jejak langkahnya.
Disamping sebagai ulama yang tekun
beribadah dan aktif berorganisasi, Hadratus
Syeikh KH. M. Hasyim Asy’ari juga merupakan figur pekerja keras serta
pandai mengatur waktu. Semua pekerjaan beliau disusun dengan jadwal yang sangat
teratur dan dijalaninya secara disiplin. Sebab waktu ibarat pedang tajam yang
siap menebas si pemiliknya.
Dalam
sehari Kiai Hasyim membagi waktunya untuk mencari nafkah, mengingat peran
beliau sebagai kepala rumah tangga, mengajarkan ilmu kepada para santri, menerima
para tamu dengan senang hati, tak jarang pula masyarakat meminta bantuan beliau
untuk memecahkan beragam problematika kehidupan. Dalam mengerjakan sesuatu,
beliau memiliki perinsip tidak tertesa-gesa dan dipikirkan secara matang
sebelum berbuat. Bila sesuatu itu terbilang rumit, beliau mengerjakan shalat istiharah memohon jawaban yang terbaik
dari Allah Swt.
Aktifitas
di Pagi Hari
Pada
pagi hari, kegiatan beliau dimulai dengan menjadi imam salat subuh di masjid
Pondok Tebuireng yang berada tepat di depan rumah beliau. Lalu dilanjutkan
dengan bacaan wirid yang cukup panjang. Setelah itu beliau menempati tempat
yang telah disediakan khusus di bawah soko
masjid untuk mengajarkan kitab kepada para santri. Tentunya mereka sudah
berkumpul mengitari Kiai Hasyim dengan tertib dan tawadhu’ sebelum beliau
datang. Pengajian bandhongan (yakni;
Kiai membaca dan santri memberi makna) ini usai hingga menjelang matahari
terbit. Adapun kitab yang beliau ajarkan cukup beragam, di antaranya kitab al-Tahrir dan kitab as-Syifa fi Huquq al-Musthafa karya Syekh al-Qadhi ‘Iyadh.
Setelah
selesai mengaji sekitar pukul 06.30 pagi, beliau mememui para pekerja, kuli,
tukang batu dan tukang kayu yang sudah stand
by di samping ndalem wingking.
Ketika melihat Hadlratus Syeikh
datang, mereka langsung bersalaman dengan mencium tangan. Di sana beliau
membagi tugas kepada mereka; ada yang ditugaskan merawat sawah, membenahi
fasilitas pondok, membenahi sumur dan sebagainya. Beliau memberi tugas dengan
sangat jelas, ”Sawah yang di sana harus
diselesaikan selambat-lambatnya sekian hari. Ubi kayu yang baru saja diambil
dari ladang yang dijaga oleh si Fulan harus dibawa pulang hari ini juga, dan
jangan lupa yang sekian persen diserahkan kepada yang bekerja, juga yang sekian
persen diberikan kepada penduduk desa A. Penyerahan kepada Kepala Desa harus
jelas, ada surat penyerahan yang sah. Kerbau di rumah bapak B katanya sedang
melahirkan. Kamu bantu dia mengurusnya. Tukang batu, teruskan memperbaiki sumur
di asrama C, dan tukamg kayu supaya membetulkan papan tulis yang katanya rusak,
lalu bawa ke rumah Kiai Baidhawi (Keuangan Madrasah).” Mereka semua
antusias dan tawadhu’ mendengarkan perintah dari sang Guru.
Setelah
membagi tugas kepada para pekerja, beliau mengambil air wudlu’ untuk salat
dhuha. Beliau biasanya mengambil air wudhu di jeding samping ndalem dengan hanya mengenakan sarung
setinggi dada tanpa mengenakan kaos. Meskipun demikian beliau tetap menutup
auratnya hingga tak terlihat. Setelah salat dhuha, beliau melanjutkan aktivitas
mengajar para santri senior. Karena yang mengikuti pengajian tidak terlalu
banyak, beliau memilih tempat di ruang depan ndalem. Kitab yang diajarkan cukup berbobot yakni Al-Muhaddzab karya al-Syairazi dan Al-Muattha’ karya Imam Malik ra.
Pengajian ini berlangsung selama tiga jam dan berakhir pada pukul 10.00.
Sebagai
figure ulama yang cinta akan sunnah Rasul, Kiai Hasyim sering kali berpuasa
setiap harinya. Sifat ini menurun dari sang ibu–Nyai Halimah–yang memang suka
berpuasa dan bahkan saat mengandung pun
sang ibu masih tetap berpuasa. Ketika kebetulan tidak puasa maka setelah
mengajar beliau sempatkan diri untuk meminum secangkir kopi dan segelas susu
sapi. Menurut penuturan salah satu cucu beliau, setiap pagi Kiai Hasim sering
menemui cucu-cucunya. Bermain, bernyani, dan tertawa bersama. Terkadang sambil
membawa uang dan jajanan untuk dibagi-bagikan. Para cucu pun senang bukan main.
Begitulah hubungan antara kakek dan cucu yang sangat romantis.
Siang
Hari
Mulai jam 10.00 pagi sampai jam 12
adalah waktu istirahat yang beliau gunakan untuk agenda-agenda lain seperti
menemui tamu, membaca, menulis karangan dan lainnya. Sebelum adzan dzuhur
terkadang beliau menyempatkan diri untuk tidur sebentar (qailulah) agar dapat
bangun di malam hari guna qiyamul lail. Ketika adzan terdengar beliau bangun
dan mengimami shalat dzurur berjama’ah di masjid. Selepas shalat kembali lagi
untuk mengajar hingga menjelang ashar. Kira-kira setengah jam sebelum adzan,
kiai hasyim memeriksa pekerjaan para kuli yang ditugasinya tadi pagi. Setelah
merasa beres menerima laporan, beliau kembali ke ndalem kemudian mandi.
Saat
adzan ashar berkumandang beliau kembali ke masjid untuk mengimami salat. Lalu
mengajar para santri di masjid. Adapun materi yang diberikan adalah kitab Fath al-Qarib, sebuah kitab fiqh yang
dijadikan rujukan standar di banyak pesantren. Pengajian ini wajib diikuti semua santri tanpa terkecuali, baik
santri yang junior maupun yang senior. Mereka mengaji tidak dengan paksaan atau
tekanan, melainkan dengan sendirinya. Sampai Hadratus Syekh wafat pun pengajian ini secara kontinue selalu
dibaca. Di samping istiqamah, beliau memiliki jurus ampuh dan tirakat yang luar
biasa dalam mengajar sehingga sekalipun sudah khatam berkali-kali para santri
tak ada yang merasa jemu menerima pengajaran.
Sore
Hingga Malam Hari
Sambil menunggu waktu maghrib tiba
Kiai Hasyim mengisi waktunya dengan membaca kitab. Setelah shalat maghrib,
beliau menyediakan waktu khusus sampai menjelang waktu isya untuk menemui para
tamu dari kalangan orang tua santri dan tamu-tamu dari berbagai daerah, seperti
Banyuwangi, Pasuruan, Malang, Surabaya, Madiun, Kediri, Solo, Jakarta,
Jogyakarta, Kalimantan, Bima, Sumatra, Telukbelitung, Madura, Bali, dan masih
banyak lagi.
Dikisahkan oleh Ny.Hj. Marfu’ah
(pembantu Istri Kiai Hasyim di dapur) bahwa
setiap harinya harus menyediakan banyak makanan dan lauk-pauk untuk
persediaan para tamu. Sebab dalam satu hari jumlah tamu yang sowan berkisar 50
orang.
Setelah
salat isya, beliau mulai mengajar lagi di masjid sampai pukul sebelas malam.
Materi yang biasa beliau ajarkan adalah ilmu tashawuf dan tafsir. Untuk
tasawuf, beliau membacakan kitab Ihya’
Ulum al-Din karya Imam al-Ghazali. Sedangkan untuk tafsir adalah Tafsir al-Quran al-Adzim karya Ibnu
Kastir. Setelah mengajar dilanjutkan dengan makan malam. Beliau jarang sekali
makan siang kecuali untuk menghormati tamu.
Hadratus Syekh mengakhiri
kegiatannya dengan beristirahat, yakni mulai pukul satu dini hari lalu bangun
sekitar dua jam sebelum subuh untuk qiyamul
lail dan membaca al-Qur’an. Aktifitas malam ini sudah menjadi rutinitas
yang tidak pernah ditinggalkan. Suatu saat pernah beliau berniat tidur dan
tidak bertahajud di malamn hari namun Allah menaqdirkan lain. Akhirnya beliau
tetap istiqamah bermesraan dengan Sang Khalik saban malam.
Jika
ada waktu beliau terkadang pergi berkeliling ke komplek (kini wisma) untuk
membangunkan para santri agar ikut salat tahajud dan bersiap-siap salat subuh.
Tak jarang pula beliau sambil membawa tongkat. Gunanya kalau ada santri yang
sulit dibangunkan beliau tinggal pukulkan atau dilempar ke arah santri yang
dimaksud. Ini juga salah satu perhatian beliau kepada santri hingga tak heran
antara guru dan murid memiliki hubungan bathin yang amat erat.
Khusus untuk hari Selasa dan Jumat kegiatan
belajar mengajar di Pesantren Tebuireng diliburkan. Sebab kedua hari itu
digunakan Kiai Hasyim untuk berdagang di pasar, bertani di sawah serta
silautrrahmi kepada tetangga dan kerabat. Sedangkan para santri dianjurkan
untuk mengikuti kegiatan organisasi yang diselenggarakan di pondok.
***
Melihat aktifitas sehari-hari Kiai
Hasyim di atas, kita patut salut dan takjub. Bagaimana mungkin seorang pemimpin
organisisi besar, pengasuh pesantren, pengayom masyarakat–yang tiap hari sibuk
berbagai urusan–sempat mengatur waktu dengan disiplin dan terencana. Semua
waktu beliau diabdikan untuk beribadah pada Allah dan sebisa mungkin agar
bermanfaat bagi sesama manusia. Istiqamah dealam beraktifitas yang beliau
kerjakan membawa manfaat luar biasa. Sudah ribuan kiai yang lahir hasil didikan
beliau, ratusan fatwa dan motivasi sebagai penyemangat jihad, bahkan di sela
kesibukkanya itu beliau sempat menulis belasan kitab dalam bahsa Arab maupun
lokal.
Akhirnya setelah kita berhasil
‘mengintip’ aktifitas keseharian Hadratus Syekh sejak pagi hingga petang ini,
diri kita harus lebih bersemangat dan termotivasi. Kita jangan hanya
membanggakan figur beliau sebagai pemimpin atau waliyullah besar–apalagi sampai
menjunjungnya sedemikian rupa–namun kita sebagai generasi penerusnya harus bisa
meniru apa yang telah beliau ajarkan kepada kita semua. Semoga Allah meridhai
segala aktifitas kita. Amin (ATUNK).
Diolah dari berbagai sumber,
hasil penuturan keluarga, tokoh , dan santri Kiai Hasyim.
0 comments: