Injeksi Nilai Islam Pada Trend Remaja Gaul
Sepulang kampus Dian
berjingkrak-jingkrak nggak karuan di atas tempat tidurnya, lalu badannya pun
ambruk menyusul tasnya. Di sudut matanya terlihat aliran bening air mata. Sedih
nih yee? Yaa gitu deh!
Mahasiswa semester I ini
lagi ngambek ama mamanya. Soalnya mama belon ngijinin doi untuk jalan-jalan ke
mal sampe sore sepulang kampus; atau minta jatah uang sakunya dijadiin bulanan;
atau ikut clubbing di malam minggu bareng temen-temennya; atau pake baju tang
top ngikutin trend; atau punya pengen cowok dan masih banyak lagi tren remaja
yang pengen Dian ikutin. Padahal Dian udah udah delapan belas tahun. Dan temen-temen
kuliahnya pada bisa ngikut tren celana street dan kerudung modis khas kampus
kita. Kenapa Dian nggak boleh? Makanya dari sepulang kuliah tadi, doi mogok
keluar kamar. Kecuali pas lagu buka puasa, pengen ke toilet, pas mamanya
nawarin es krim, atau pas tukang somay kesenengannya lewat. Yeee mogok kok
banyak kecualinya.
Ketika kebebasan menjadi
kebablasan
Pergaulan remaja modern
yang kental dengan nuansa kebebasan bikin sebagian orangtua keberatan untuk
memenuhi keinginan anaknya. Ya, gimana nggak, gencarnya arus budaya Barat yang menjadi ternd center membuat tuntutan
kebebasan remaja bergeser menjadi liar tak terkendali. Pola hidup sekuler yang
dipraktekkan masyarakat Barat jelas-jelas bertolak belakang dengan budaya Islam.
Parahnya, gaya hidup sekuler itu makin populer di mata remaja dan sering kali
menjadi acuan dalam perjalanannya mencari identitas diri. Bahaya kan?
Robert Havighurst
menambahkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, pertama
emosi, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak
tergantungnya kebutuhan emosi dari orangtua. Kedua aspek ekonomi, aspek
ini ditunjukan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya
kebutuhan ekonomi pada orangtua. Ketiga, aspek intelektual, aspek ini
ditunjukan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Dan
keempat, aspek sosial, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk
mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi
dari orang lain.
Beberapa akibat kebebasan
yang kebablasan hasil jiplakan remaja terhadap budaya Barat adalah:
Pertama, free thinker alias
bebas berpikir. Remaja ngerasa punya hak untuk berpikir tanpa dibatasi oleh
norma-norma agama. Terutama dalam upaya mencari jalan keluar dari masalah yang
dihadapi atau cara untuk meraih keinginannya. Nggak ada yang ngontrol saat
benaknya ngasih jalan pintas untuk beresin masalahnya. Bisa bunuh diri,
nge-drugs, atau nyekek botol minuman keras. Bisa juga jadi pelaku kriminal lagi
nggak punya doku. Demi popularitas dan limpahan harta, harga diri dan
kehormatan rela dipertaruhkan di kontes kecantikan. Ketika pornoaksi bin
pornografi yang mudah ditemui menggedor hasratnya, apa aja bakal dijabanin
asalkan terpuaskan. Urusan dosa atau penjara, itu mah belakangan. Ih, ngeri
banget deh jadinya.
Kedua, permissif alias bebas
berbuat. Mau ngapain aja di mana aja jadi prinsip remaja dalam berbuat.
Pokoknya serba ada, eh serba boleh. Mulai dari cara berbusana, berdandan,
berbicara, bergaul, atau berperilaku. Bangga jika daya tarik seksualnya disapu
setiap mata lawan jenis yang jelalatan. Antimalu jadi pusat perhatian orang
lantaran dandanannya yang urakan, norak, dan kekurangan bahan. Dan nggak punya
rem buat ngendalian tutur katanya. Ceplas-ceplos bin asal bunyi. Dan semuanya
dilakukan tanpa risih dengan mengantongi label kebebasan berekspresi. So what
gitu lho! (Yako banget neh!)
Ketiga, free Sex. Saat ini, free
sex antar lawan jenis yang banyak digandrungi remaja sangat mudah
terkontaminasi unsur cinta dan seks. Apalagi ditambah dengan kampanye
teselubung antijomblo yang diopinikan media via sinetron remaja. Setiap remaja
ngerasa kudu punya dokat biar eksis dalam pergaulan. Nggak sebatas punya
dokat, pergaulan bebas pun sangat membuka peluang bagi remaja untuk
aktif melakukan aktivitas seksual. Pemicunya, bisa karena nonton vcd atau
melototin tayangan erotis di televisi. Kurangnya kontrol dari orangtua, kampus,
atau masyarakat bikin mereka enjoy berpetualang menikmati kepuasan sesaat.
Gawat dongs? Nah sobat, coba aja bayangin. Niat ortu ngasih kebebasan biar
mandiri, malah anak remajanya kehilangan harga diri. Kalo pengen dipercaya
ortu, jalin komunikasi dan tunjukkin dong kalo kita udah dewasa dan siap
belajar mandiri. Nggak perlu pake ngambek. Malu kan ama identitas mahasiswa-nya?
Hehehe
Dewasa Di Usia Remaja
Sobat, kemandirian bagi
remaja memang sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan jiwanya. Tapi kita
kudu mikir seribu kali kalo remaja dibiarkan menafsirkan sendiri kebebasan yang
dikehendakinya. Jiwanya yang labil sangat mudah terwarnai oleh lingkungan
sekitar. Gelora jiwa mudanya paling gampang terpincut ama budaya Barat yang
steril dari aturan Islam. Makanya kudu ada perhatian agar generasi muda Islam
nggak salah langkah dalam menapaki jalan panjang mencari jati diri. Kita
sebagai remaja muslim wajib nyadar kalo kebebasan tanpa batas dalam berpikir
dan berperilaku nggak pernah diajarin dalam Islam. Islam ngajarin adanya
kehidupan akhirat yang akan memintai pertanggungjawaban setiap amal perbuatan
kita di dunia. Tiket surga bakal kita peroleh kalo pahala kita surplus.
Sebaliknya, kita bakal diceburkan ke dalam neraka seandainya dosa kita yang
surplus. Dan pahala itu baru kita dapetin kalo Allah ridha dengan perbuatan
kita. Itu berarti keterikatan dengan aturan Islam seharusnya jadi standar
perbuatan dalam keseharian kita. Kalo udah gini, masa’ iya kita mau melepaskan
diri dari aturan Allah demi sebuah kebebasan? Allah Swt. berfirman:
--Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki,
dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang
yang yakin? (QS al-Maidah :50)
--Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang
telah diperbuatnya, (QS al-Mudatsir: 38)
Usia remaja mengharuskan
kita belajar untuk bertanggung jawab. Masa depan di dunia dan akhirat ada di
tangan kita. Bukan dalam genggaman orangtua atau uluran tangan dari seorang
teman. Proses pembelajaran itu bisa kita awali dengan mengkaji Islam dengan
giat. Agar keimanan kita terhadap hubungan kehidupan dunia dan akhirat terpatri
dengan kuat. Selain itu, aturan Islam yang komplit juga menawarkan solusi untuk
setiap permasalahan hidup yang kita temui. Pemahaman Islam kayak gini yang akan
membiasakan kita untuk berpikir panjang sebelum berbuat. Hawa nafsu dan godaan
setan mampu kita tundukkan. Sehingga setiap langkah yang kita ambil bisa
memberikan kebaikan. Inilah cerminan dari kedewasaan kita dalam bersikap dan
berbuat. Mau dong? Pasti!
Kebebasan berekspresi
bagi remaja tidak seharusnya dapet dukungan penuh dari orangtua dan pihak kampus.
Khawatir kebablasan dan menjerumuskan mereka ke dalam kemaksiatan. Ortu dan
pihak kampus akan lebih berperan jika bersedia memfasilitasi dan mengizinkan
adanya pengajian yang menjembatani remaja dalam melalui masa transisinya dengan
positif. Dan kekhawatiran akan pengaruh buruk lingkungan akan sedikit
terkurangi. Sebab ketika remaja jauh dari pantauan orangtua dan pengawasan
pihak kampus, akidah Islam akan menjaganya. Bukankah ini yang kita kehendaki?
Mari kita sama-sama dukung pengajian remaja. Yuk? [Zaka]
0 comments: